Saturday, March 28, 2009

black and white

long and short

small and big

high and low

cheap and expensive

poor and rich

laugh and tears

happiness and sadness

. . .

life is black
life is white

life is about black or white..

Thursday, March 26, 2009

the devil's work is child's play

Karena N*E*R*D batal konser di Jakarta, gue dan si Anu akhirnya memutuskan untuk ke FX. Bersama si Anu dan salah seorang teman kampusnya yang berambut afro itu, gue akhirnya memilih untuk menonton film ini.

Sekilas melihat poster filmnya, kelihatannya film ini cukup menjanjikan. Terbesit dalam pikiran gue kalo film ini sejenis sama The Omen, film yang ngebuat gue jadi parno kalo ngeliat anak kecil malem-malem di jalanan.

Sayang, gue missed menit-menit awal dari film ini karena gue telat masuk. Begitu gue masuk, adegannya udah sampai pada adegan dimana sang anak kecil sedang dibekap dalam bagasi mobil. Gue mencoba untuk mengerti jalan cerita dan ternyata gue sama sekali nggak mengalami kesulitan untuk ngikutin ceritanya walaupun nggak nonton awalnya. Film yang disutradarai oleh Stewart Hendler ini bercerita tentang sekomplotan penjahat yang menculik seorang anak kecil berumur 8 tahun bernama David. Mereka menginginkan uang tebusan dari orangtua si anak kecil itu. Namun yang mereka dapat bukanlah uang tebusan, melainkan serangkaian peristiwa-peristiwa aneh. Satu persatu anggota dari komplotan penjahat itu mati. Setelah terjadi peristiwa-peristiwa aneh tersebut, mereka baru menyadari bahwa anak kecil yang mereka culik itu bukan anak biasa. Anak kecil itu lebih jahat dari yang mereka duga.

Film yang 'untungnya' cuma berdurasi 95 menit ini cukup ngebuat gue beberapa kali nutup mata. David, sang tokoh sentral yang dimainkan dengan apik sekali oleh Blake Woodruff, sukses memberi nyawa dalam film ini. Aktingnya natural, dan sepertinya dia udah dapet banget chemistry buat jadi orang jahat. Tapi sayang, endingnya kurang bagus (kalo menurut gue). Terlalu biasa dan nggak ada "wah" nya. Seharusnya ending dari film ini bisa lebih bagus lagi.

Alangkah bagusnya kalo sebuah film itu punya ending yang bagus, unpredictable, dan bikin orang yang nonton berdecak kagum sambil geleng-geleng kepala terus berkomentar:

"Gila..gilaaa..gokil nih film!"

Finally, i give 6,5/10 for this movie.

Wednesday, March 25, 2009

sooner or later?

Hari Minggu, tanggal 22 Maret kemarin, harusnya menjadi tanggal yang cukup bersejarah bagi gue. Kenapa? Karena salah satu idola gue ini.......


Pharrel Williams bersama konco-konconya, Shae Haley dan Chad Hugo yang tergabung dalam sebuah grup musik bernama N*E*R*D (No one Ever Really Dies) yang beraliran hip hop rock ini bakal manggung di Tennis Indoor Senayan jam 8 malem! Gila! Seneng banget gue pas tau mereka mau konser disini. Selain karena mereka adalah salah satu grup musik yang gue gandrungi, tiket konsernya juga lumayan terjangkau. Rp. 250.000,00 untuk di tribune dan Rp. 300.000,00 untuk di festival (cuma beda gocap). Lumayan kan?! Biasanya kan kalo konser-konser gitu standarnya 500 uda paling murah. Tapi kali ini cuma 300 menn.. Tanpa babibu lagi, gue langsung memutuskan untuk nonton konser itu bersama si Anu.

Karena tanggal konsernya yang nggak beda jauh sama ultah si Anu, akhirnya kami berdua sepakat untuk membeli tiketnya pada hari Sabtu, -1H. Salah satu IT Java Festival Production (JFP) bilang kalo kantor pada hari Sabtu ditutup jam 3 sore. Maka dari itu, kami berangkat dari Bandung jam 10 pagi, dengan harapan bisa nyampe Jakarta sekitar jam 1an. Namun dalam perjalanan pulang, terjadi kesalahpahaman antara kami berdua, jadinya kami memutuskan untuk beli tiketnya hari Minggu aja, minus beberapa jam sebelum konser. Sempet deg-degan juga sih tadinya, takut tiketnya keabisan.

Hari Minggunya, si Anu jemput gue jam 1an. Meluncurlah kami berdua ke kantor JFP di bilangan Simprug. Sebelum kesana, si Anu ngisi bensin dulu di daerah Ciputat. Sambil nunggu si Anu ngisi bensin, gue ngambil duit dulu di ATM yang letaknya nggak jauh dari pom bensin. Pas gue mau ngambil duit, tiba-tiba ada sms dari sang IT itu, yang isinya cukup membuat gue terkejut..

"NERD nggak jadi konser, batal."

Damn. Tadinya gue masih belum percaya. Tapi setelah gue masuk ke dalam mobil, si Anu juga bilang kalo dia disms temennya, bilang kalo konser NERD dibatalin. Shittttt! Untuk lebih pastinya lagi, akhirnya gue dan si Anu ke kantor JFP. Dan ternyata benar adanya.. NERD batal konser di Jakarta. Untuk keterangan lebih lanjut bisa diliat disini. Intinya sih gara-gara si Malingsia tuh. Huaaaa sedihh banget gueeee! Padahal gue udah ngapalin lagu-lagunya juga. F! Untung aja gue belom beli tiketnya, kalo nggak males banget deh ngantri-ngantri minta kembaliin duitnya. Ternyata emang selalu ada hikmah ya di balik sesuatu yang nggak enak, hehehhe.. Coba kalo gue dan si Anu nggak salah paham, terus jadi beli tiket hari Sabtu. Pasti bakalan lebih nyesek tuh. Apalagi yang beli tiketnya udah dari jauh-jauh hari. Beuuhhh..bakalan nangis darah kali yee.

Untuk mengusir kebetean karena nggak jadi nonton konser NERD, akhirnya gue dan si Anu memutuskan untuk jalan-jalan aja ke FX, makan sama nonton. Seperti rutinitas kami biasanya kalo bermalam mingguan. :)

So, when Pharrel and the gang will come to Jakarta? Is it sooner? or later??
I hope it sooner.. amiin..

Sunday, March 22, 2009

when the movie ends, it's not really the end..


"When the movie ends, it's not really the end"
Sebuah tagline film yang menurut gue cukup persuasif. Ditambah lagi dengan desain poster filmnya yang nyeremin banget. Dan juga ada tulisan "Directed by the co-writer of SHUTTER and ALONE". Hal tersebut membuat gue yakin seyakin-yakinnya kalo film ini emang bener-bener serem dan patut ditonton.

Oke. Gue akan bercerita sedikit mengenai film Thailand besutan sutradara Sopon Sukdapisit ini. Coming Soon bercerita tentang kehidupan Shane, seorang proyeksionis (kayak Janji Joni gitu deh) di sebuah bioskop di Thailand. Hidupnya mulai berubah setelah dia menonton sebuah film horor Thailand terbaru melalui DV-Cam. Dia mengalami peristiwa-peristiwa aneh, semua yang terjadi di film itu terulang kembali, namun kini dalam kehidupan yang nyata. Shane merasa seperti dihantui oleh 'sesuatu'. Merasa hidupnya tak tenang, Shane dibantu oleh mantan pacarnya mencari jawaban dan cara agar hidupnya bisa tenang seperti dulu lagi. Namun yang didapat justru bukan ketenangan, melainkan malapetaka yang terus menerus menimpa Shane.

Asli. Sumpah. Gue ketakutan setengah mati nonton Coming Soon. Hampir di setiap adegan dalam film ini terus ngebuat penontonnya tegang. Gue pribadi, selama nonton bawaannya pengen nutup mata terus dan pengen cepet-cepet keluar dari bioskop. Seremnya polll! Orang Thailand emang paling jago deh bikin film horor!

Serupa tapi tak sama
Film yang cuma diputer di Blitz Megaplex ini sebenarnya serupa dengan film horor Thailand lainnya seperti Shutter dan Alone. Bahkan ada salah satu adegan yang mengingatkan gue sama film Shutter, yaitu saat sang pemeran utama nggak sadar kalo dipunggungnya ada sang hantu yang lagi gelendotan. Atau bahkan film Alone yang sama-sama 'tak terduga' endingnya. Hiiii..jadi merinding sendiri deh gue!

Pada dasarnya mereka memang serupa, tapi nggak sama. Serupa karena hantunya sama-sama nyeremin, alur cerita yang kadang hampir sama, ending yang sama-sama tak terduga, atau bintang utama yang sama gantengnya (teteup..). Yang membedakan cuma jalan ceritanya aja. Ada yang jadi fotografer, ada yang abis operasi mata terus bisa ngeliat yang aneh-aneh, ada yang nerima missed call terus langsung mati, dan segudang cerita unik lainnya. Orang Asia emang bener-bener kreatif!

Kualitas film horor Asia emang udah nggak diragukan lagi. Sejak munculnya The Ring dan Ju-On, para filmaker Asia nggak pernah bosen untuk ngebuat film horor dengan beragam jalan cerita yang unik, menegangkan, dan lebih nyeremin pastinya. Kesuksesan The Ring dan Ju-On yang udah diremake versi US-nya ini disusul dengan melejitnya berbagai macam film horor Asia lainnya seperti The Eye, One Missed Call, The Wig, Death Note, dan lain-lain.

Ironis banget sama Indonesia. Kualitas film horor Indonesia masih kalah jauh dibanding film horor Thailand dan sekitarnya. Semenjak Ada Apa dengan Cinta (AADC) meroket, dunia perfilman Indonesia emang bangkit dan banyak sineas-sineas muda menelurkan beberapa film horor. Tapi cuma ada beberapa aja yang berkualitas, sisanya sangat-sangat nggak layak buat ditonton alias sampah. Sangat disayangkan bahwa Indonesia yang sebenarnya memiliki banyak potensi ini belum mempunyai kualitas film horor yang bisa disejajarkan dengan film horor Thailand dan sekitarnya. Kalo film horor Indonesia mah boro-boro nyeremin, yang ada malah bikin ketawa!

Nothing is perfect
Sebagus-bagusnya film, seserem-seremnya film pasti punya kekurangan. Begitu juga dengan Coming Soon. Overall, film ini bagus; ceritanya, pengambilan gambarnya, settingnya, akting pemainnya, hampir semuanya oke. Tapi di awal-awal film, ceritanya cenderung ngebosenin. Ada kali tuh 10 menitan gue bosen nontonnya. Prolognya sih oke. Tapi abis itu kok spanningnya jadi ilang ya? Yaa nggak ilang total sih, tapi missed sedikit. Selain itu, durasi filmnya sebentar banget, cuma 95 menit. Padahal, kalo durasinya lebih lama lagi, pasti bakalan lebih seru tuh. Tegangnya jadi lebih lama, deg-degannya juga lebih lama, dan teriaknya jadi makin sering. Seru abis. Lama-lama gue nangis darah deh saking ketakutannya. Hahaha...

I give 8,5/10 for this movie.

So when 'this shit' ends, it's not really the end cuz i'll be back with another 'shit' again, s o o n !

Saturday, March 14, 2009

hear the music (but i can't) feel the beat


Tadi siang baru aja gue nonton film ini di dvd. Boleh pinjem sih dvdnya sama temen gw, Vicky. Hehe.
Sebelumnya gue udah pernah ngeliat trailer film ini waktu gue nonton Yes Man sama si Anu. Ah jadi kangen nih sama si Anu.
(lho kok jadi curhat??!)

Anyway, pas ngeliat trailernya sih lumayan menarik, soalnya ada embel-embel:

"...from the writer of STEP UP and SAVE THE LAST DANCE".

Udah gitu yang main cantik lagi. Dance-nya juga lumayan.
Tapi, begitu tadi gue selesai nonton filmnya, kesan pertama yang gue dapet adalah BIASA.

Film ini bercerita tentang impian seorang Lauryn Kirk (Mary Elizabeth Winstead) yang pengen masuk ke sekolah musik dan tari di Chicago namun ia gagal. Karena nggak enak plus malu sama kakaknya, Joel (John Reardon), Lauryn akhirnya memutuskan untuk bekerja di Ruby's, sebuah club di Chicago. Kemudian dengan kerja keras, akhirnya ia mampu nunjukkin kemampuannya.

Menurut gue, film arahan sutradara Darren Grant ini terlalu biasa dan kurang menggigit.
Jalan ceritanya biasa banget dan kayaknya udah banyak deh yang ceritanya sejenis sama film ini.

Gue pikir, biarpun ceritanya biasa, pasaran, dan gampang ketebak, adegan dancenya bisa ngebantu film ini 'naikkin nilai'. Tapi ternyata enggak. Gerakan-gerakan dancenya kurang asik, biasa banget. Kalo dibandingin sama You Got Served, kalah jauh deh.

Walaupun film ini itungannya biasa banget buat gue, tapi cukup menghibur lah. Seenggaknya, gue dapet salah satu dialog si Russ (Riley Smith) yang jadi favorit gue:

"See everybody who walks away from a dream has a reason, i think it's brave to take another shot".

'Make it Happen' ngasi pesan ke penontonnya untuk jangan pernah nyerah. Jangan pernah berhenti mencoba untuk ngeraih mimpi. Klise banget ya. Kayaknya semua orang juga tau deh.

I give 6,5/10 for this movie.

Friday, March 13, 2009

it's a festival for all !!!

Seneng deh..
Akhirnya gw bisa berpartisipasi juga dalam acara besar ini..


Yep, Java Jazz! Setelah Java Jazz taun lalu gw gagal jadi volunteer, taun ini akhirnya dapet juga. Alhamdulillah. Seneng banget? Yaiyalah. Gimana nggak seneng coba, gw nonton Jason Mraz dua kali men! Hehehehe..

Sebenernya gw udah pernah jadi volunteer juga di acara JFP (Java Festival Production) taun lalu, Soulnation, dan gw dapet kerjaan nge-scan-in ID orang-orang. Tapi kali ini kerjaan gw beda. Gw jadi mbak-mbak Info Booth yang tugasnya ngejawab pertanyaan orang-orang yang dateng ke Java Jazz. Kerjaannya lumayan cape, apalagi kalo dapet shift malem. Bayangin aja, ada sekitar puluhan ribu orang yang dateng ke Java Jazz, dan makin malem tuh makin banyak yang dateng. Orang-orang yang nanya macem-macem, dari yang penting sampe yang nggak penting sama sekali. Biasanya sih mereka nanya:

"Mbak, Exhibition Hall B dimana ya mbak?"
"Mbak, Plenary dimana mbak?"
"Mbak, Assembly 1 dimana tuh mbak?"

Atau, yang paling sering diucapin sama pengunjung:

"Mbak, mau minta jadwal acara."
"Mbak, kalo mau beli tiket Jamiroquai dimana ya?"


Pokoknya macem-macem deh nanyanya.

I think that was totally fun, and i got many benefits from it :)

See ya on the next JFP's event!

Tuesday, March 3, 2009

What Does it Take to Find a Lost Love? D. Destiny


Slumdog Millionaire. Film apaan tuh? Kok bisa sih film itu ngalahin film-film kayak Benjamin Button, Revolutionary Road, dan lain-lain di ajang bergengsi Golden Globe 2009? Jujur waktu nonton Golden Globe, gw sama sekali nggak ngejagoin film ini. Selain karena gw belom nonton, jelas lah kalo gw lebih menjagokan film yang pemainnya sekelas Brad Pitt atau Leonardo DiCaprio. Dibanding sama Slumdog Millionaire yang 'nggak jelas' pemainnya.

Besoknya, gw baca di koran mengenai film yang banyak meraih penghargaan di ajang bergengsi tersebut. Setelah membaca itu, gw jadi tertarik buat nonton film ini. Rasa penasaran gw makin bertambah ketika banyak temen-temen gw yang memuja-muji film yang disutradarai oleh Danny Boyle ini.

Dan ternyata, nggak salah kalo film ini banyak dapet penghargaan. This movie deserve to have it. Film ini emang bagus. Nggak dari segi cerita aja, tapi juga dari segi pengambilan gambarnya dan settingnya. Kualitas pemain? Nggak kalah sama bintang-bintang Hollywood. Bintang-bintang Bollywood di film ini seperti Dev Patel, Anil Kapoor, Saurabh Shukla sukses meranin karakternya masing-masing.

Film berdurasi 2 jam ini menceritakan tentang kisah hidup Jamal Malik yang tinggal di daerah perkumuhan di Mumbai, India. Dia bersama kakaknya, Salim, mencoba bertahan hidup setelah ibunya meninggal. Mereka terus berjuang melawan kerasnya hidup. Di tengah kerasnya hidup, mereka bertemu dengan Latika, dan kemudian bersama-sama kabur dari komplotan orang-orang jahat yang akan menjadikan mereka pengemis jalanan. Sampai akhirnya mereka bertiga berpisah, mengambil jalan hidup masing-masing. Jamal yang mencintai Latika tak kuasa menahan hasratnya untuk menemukan cinta sejatinya itu. Karena Jamal tau kalo Latika sangat menyukai kuis Who Wants To Be A Millionaire (WWTBAM), dengan harapan Latika akan menontonnya, dia mengikuti kuis tersebut dan tanpa disangka, Jamal yang berasal dari kalangan menengah ke bawah, yang kualitas pendidikannya minim dan nggak bisa baca ini, bisa ngejawab pertanyaan-pertanyaan kuis tersebut yang notabenenya "nggak gampang".

Jika dalam film drama yang pada umumnya punya alur yang maju, nggak berlaku bagi film ini. Alur film ini maju mundur. Pada awal film, terlihat adegan dimana Jamal, sang tokoh sentral, sedang diinterogasi oleh polisi yang mencurigainya melakukan perbuatan curang ketika ia mengikuti kuis WWTBAM. Scene berikutnya berubah lagi menjadi scene saat Jamal mengikuti kuis WWTBAM. Saat Jamal mencoba menjawab pertanyaan, flashback pun terjadi. Scene berubah menjadi scene kehidupan Jamal sewaktu ia masih kecil. Alur terus berjalan maju mundur sampai pada pertanyaan terakhir.

Walaupun film ini pernah dapet kecaman dari penduduk India yang nggak suka dengan nama daerahnya disebut "Slumdog", hal tersebut toh nggak menghalangi kesuksesan film ini.
I recommended you to watch this movie karena film ini nggak seperti film drama yang umumnya mengumbar kekayaan, hedonisme dan sebagainya. Dan juga nggak seperti film India pada umumnya, yang banyak adegan joget-joget, nyanyi-nyanyi, atau lari-larian kesana kemari.
Film ini harus ditonton! Yeah.
 

Blog Template by YummyLolly.com