“Hey!”
“Halo!”
“Kamu!”
Aku yang sedang mematung di ruang putih kala itu seketika
tersentak. Mataku berlarian, kesana kemari. Ya, aku tak sanggup menangkap mata
itu.
“Masih ingat aku?”
“Ini aku”
“…….”
Aku tidak ingat siapa dia. Tapi kehadirannya membuatku tak
karuan. Jantungku berdegup kencang. Napasku seperti tercekat, membuatku tak
bisa mengambil oksigen di udara. Bibirku terkatup. Seketika aku merasa sangat
lumpuh. Ya, aku jatuh cinta pada mata itu.
Sedetik berlalu, dia langsung mengambil posisi duduk di
sebelahku.
“Apa kabar?”
“……”
Lagi-lagi tak sepatah kata pun sanggup keluar dari mulutku. Aku hanya bisa menatap
matanya, dalam.
Dia tersenyum. Tanpa diduga dia langsung meraih tanganku,
mendekatkan tubuhnya padaku, memelukku erat.
Mataku terpejam. Aku merasa seperti ada di rumah. Hangat dan
nyaman. Aku tidak ingin lepas dari pelukan itu.
Dia mengeratkan lagi pelukannya, mengecup lembut keningku.
“Aku di sini, tak akan kemana-mana”
Sekuat tenaga aku membuka mulutku untuk mengatakan sesuatu.
“Maaf, aku sepertinya pernah mengenalmu, tapi aku tidak
ingat. Kita pernah bertemu dimana ya?”
Dia merenggangkan pelukannya, menatap dalam ke mataku,
tersenyum sambil menelungkupkan kedua telapak tangannya yang hangat di pipiku.
“Di mimpi, dan sekarang aku nyata”.